Sabtu, 22 Desember 2007

Menggagas Islam Inklusif Neo-Moderat




Judul ini Bukanlah upaya penulis untuk mengaku seorang Nabi yang membawa gagasan Islam baru , namun memang harus ada titik balik pemecahan konflik multikuralisme di ranah keagamaan . Gagasan ini memang bukan barang baru dalam wacana diskusi para cendikiawan muslim ataupun nonmuslim, namun penulis mencoba menyederhanakan pemahaman tentang inklusifisme yang terkadang disalahpahami sebagai gagasan sesat yang diajukan untuk mendangkalkan aqidah umat islam dengan bahasa keawaman penulis.

Pemahaman inklusifisme
Inklusifisme berbeda dengan pluralisme yang lebih berani mengatakan bahwa semua agama adalah jalan kebenaran menuju kepada satu kebenaran mutlak , namun paham inklusif tak lebih dari hanya kerendahan hati kita untuk mengakui eksistensi ajaran agama lain, bahwa semua agama dalam batasan duniawi merupakan sebuah pemahaman yang baik dan menganjurkan umatnya untuk melakukan hal-hal yang tidak bertentangan dengan hati nurani, karena bagi penulis, ajaran agama yang tidak sesuai dengan kecocokan hati bukanlah agama. Di Indonesia gagasan ini dikemukakan oleh Cak Nur, seorang guru bangsa yang dengan gagasnnya membawa muridnya ke sejumlah gerbang pemikiran baru tentang keislaman dan kemoderenan .
Gagasan ini berawal dari fakta multikulturalisme dan pluralitas yang memang menjadi sunnatullah, sebagaimana tersebut dalam surah Al-Hujurat:13. Dalam keniscayaan keragaman itulah benih-benih konflik terus mengakar menjadi sebuah bom waktu yang siap meledak kapan saja. Lalu mengapa disebut inklusif ? apakah tidak cukup dengan mengatakan itu sebagai toleransi keagamaan yang sering diajarakan oleh ibu dan bapak Guru sewaktu kita masih duduk di bangku sekolah dasar, lalu apa bedanya ?
Bagi penulis toleransi dan inklusifitas merupakan tema yang sama , yaitu sebuah pengakuan ( bukan persamaan ) kepada eksistensi nilai agama-agama yang lain , karena Jikalau dikaji lebih dalam, secara abstrak semua agama mengakui akan “ ke-Esaan Tuhan “ . Lalu jika kita lihat pemakaian kata toleransi tak terlepas dari kultur melayu yang dahulu hinggap di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia, dan kalaupun sekarang berganti menjadi inklusif itu tak lebih dari banyaknya pembahasaan dari barat yang masuk ke Indonesia. Inklusifisme tidak mengatakan bahwa semua agama adalah benar dalam kemutlakannya, namun semua agama adalah baik dan benar menurut porsi agama itu masing-masing . Islam adalah agama yang benar menurut kitab suci pegangannya, kristen-pun dalam kitab suci pegangannya merupakan agama yang benar, begitu seterusnya. Maka dikenallah istilah "relatifitas kebenaran" , yaitu bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat universal dan mengglobal, karena semua kepala mempunyai pendapatnya masing-masing tentang kebenaran yang diakuinya. Namun perlu diyakini kembali bahwa kebenaran itu adalah mutlak adanya , dan tidak ada 2 kebenaran dalam 2 agama sekaligus, dalam artian bahwa hanya satu agamalah yang paling benar, dan itu tergantung dari keyakinan kita secara Individual. Bagi saya yang lahir dari kultur keislaman yang kuat , saya sangat meyakini bahwa Islam-lah agama yang paling hebat diantara yang lainnya , ditinjau dari sudut pandang pencarian saya, namun saya berbesar hati untuk mengatakan bahwa tidak mustahil bahwa agama lainpun mempunyai nilai kebenaran yang sama, karena saya tidak ingin sok tahu dalam membaca dan memahami pesan Tuhan yang begitu misterius, bisa jadi Allah lebih mencintai kaum nasrani dibandingkan oleh orang muslim , siapa yang menjamin ?

Apa yang diinginkan Inklusifisme ?
Seorang Dosen saya dalam sebuah kesempatan perkuliahan pernah menyampaikan bahwa seorang nonmuslim yang menjalankan agamanya dengan baik lebih beliau hormati daripada seorang muslim yang tidak mengamalkan ajaran agamanya sendiri. Dalam artian , kriteria baik tidaknya seseorang bukan hanya dinilai dari sebuah agama yang dianutnya, namun lebih dari itu semua bagaimana seseorang mengaplikasian nilai-nilai esensial dari sebuah ideology yang dianutnya, Seorang ulama besar Mesir Muhammad Abduh pernah mengutarakan satu perkataan yang begitu terkenal ketika berkunjung ke perancis, beliau mengatakan “ saya melihat Islam di paris namun sedikit umat muslim, namun saya melihat banyak muslim di Mesir tapi sedikit sekali Islam “ .
Sebenarnya ungkapan itu merupakan satu pengkritikan terhadap perilaku Umat Muslim dalam pandangan Abduh yang kurang mengaplikasikan ke-Islamannya, sebagai contoh kecil adalah negara tetangga kita Singapura – walaupun saya belum pernah menginjakkan kaki di negara tersebut – yang mayoritas non Muslim, namun dari cerita teman yang pernah berkunjung kesana, mereka mengisahkan bahwa masyarakat disana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersihan , sehingga lingkungan disana sangat bersih dan apik, sebaliknya jika kita lihat di negara kita sendiri Indonesia, nilai-nilai itu seakan hanya sebatas teori bijak yang disampaikan dalam forum-forum diskusi semata, padahal Indonesia dengan Mayoritas muslim di dalamnya sangat mengenal sekali Istilah “ Annadzzofatu minal Iman “ yang merupakan hadist Rasululllah SAW. Namun bukan berarti penulis mengklaim bahwa ini berlaku kepada seluruh muslim Indonesia , tapi dari hal kecil itu kita lihat betapa umat non muslim Singapura sangat “Islami” dalam pengamalan ke-duniawian mereka, atau seperti saudara kita di jepang yang mayoritas beragama sinto , mereka sangat menghargai waktu dan merasa sangat merugi bila waktu yang ada disia-siakan begitu saja . Di Indonesia, seperti terlihat di jalanan JABODETABEK setiap harinya yang selalu diganggu oleh para pencari amal sumbangan untuk pembangunan Masjid-masjid di daerahnya, dengan alasan bahwa Islam membuka pintu Sodaqoh Jariyah , terkadang malahan hal itu menjadi sumber penghasilan bagi segelintir orang, dan banyak pula terjadi penyelewengan. Berbeda dengan umat kristiani, mereka lebih terorganisir dalam membangun rumah peribadatan mereka sendiri, walaupun mereka adalah kaum minoritas di negara ini. Lalu apakah kita tidak mau mencontoh mereka , sebab mereka kita anggap adalah orang kafir, dan mengikuti orang kafir berarti kafir pula.
Inklusifisme seperti yang telah dijelaskan diatas merupakan suatu sikap kerendahan hati kita untuk mengakui kebaikan nilai-nilai ajaran agama di luar Islam dalam tataran eksoterik atau keduniawian, bukankah semua agama mengajarkan untuk menjaga kebersihan dan keindahan , bukankah semua agama menghimbau umatnya untuk saling menghargai dan menghormati, terlepas dari adanya paham keagaamaan yang menyuruh pengikutnya untuk bersetubuh dengan lawan jenisnya untuk menyucikan diri misalkan, karena seperti yang saya ungkapkan diawal, bahwa yang disebut ajaran agama adalah yang tidak bertentangan dengan nurani.

Seruan kepada jalan kebenaran
Dalam sebuah ayat Allah Swt berfirman : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Di dalam inklusifitas Islam tidak berarti menafyikan seruan kepada sebuah jalan kebenaran ( Islam ) , namun sifat seruan itulah yang harus kita renungkan. An-Nahl 125 sangat relevan dengan kondisi umat sekarang. Ayat ini hanya memasukkan tiga hal, bukan yang lain: kebijaksanaan, pesan yang baik, dan adu argumentasi. Di dalamnya tidak masuk aksi kekerasan, persekusi, atau upaya pembumihangusan. Semangat inilah yang mestinya dijunjung tinggi oleh siapa pun yang merasa “pemilik” kebenaran. Al-Quran sangat mengagungkan proses dialektika.
Ayat tersebut adalah sindiran bagi kelompok yang sering “mendewakan” aksi fisik. Dengan diskusi tersebut semoga pihak yang hobi main hakim, main geruduk, akan berpikir ulang bahwa aksi mereka tersebut bukanlah cara terbaik.
Ini berarti dalam mengajak seseorang untuk menerima nilai keislaman yang haqiqi, hendaklah tidak dengan jalan pemaksaan , namun Al-qur’an mengajarkan untuk menyeru mereka dengan kebaikan pekerti dan akhlak yang mulia, lalu Al-Qur’an memerintahkan untuk membuktikan kebenaran Islam dengan perdebatan yang baik.
Dalam hal ini , cobalah kita lihat tokoh besar seperti DR.Ahmad Deedat ( alm ) , beliau adalah ahli kristologi afrika selatan, yang mendakwahkan Islam dengan cara yang disebut Al-qur’an sebagai jaadilhum billati hiya Ahsan (Bantahan dengan cara yan baik ) , beliau mengajak ulama-ulama kristiani untuk membuktikan nilai ajaran agama mereka masing-masing . dengan cara itu beliau banyak meyakinkan banyak orang akan kebenaran Islam yang mulia. Atau seperti yang baru-baru ini terjadi di Negara kita dengan munculnya Nabi baru bernama Ahmad Mushaddaiq, yang sebelum pertaubatannya, dia beradu argument terlebih dahulu dengan Salah satu Alim Indonesia tentang kebenaran ajaran yang dibawanya , sehingga pada akhirnya dia mengakui akan kekeliruannya dalam menafsirkan apa yang telah diyakininya .
Selanjutnya Inklusifisme menginginkan agar kita saling bahu membahu dalam memecahkan segala problematika kemanusiaan yang ada dewasa ini , entah itu kemiskinan , kebodohan dan lainnya.
Apakah dengan kita mencaci maki ajaran agama lain, anak-anak miskin Indonesia mampu untuk memperoleh pendidikan yang layak ? , atau dengan kita menjauhi penganut agama lain , rakyat miskin di pelosok pedesaan dan pinggiran kota bisa makan minimal 3 kali dalam sehari ? serta berbagai contoh problematika lainnya.
Inilah yang bagi penulis disebut dengan Kemoderatan baru ( Neo- Moderat ) yang Dengan kita mampu saling membantu dalam hal muamalah itulah dan tanpa mendangkalkan akidah kita sendiri terhadap nilai ajaran yang kita yakini , Insya Allah kita mampu keluar dari krisis multidimensi ini , dan bisa kembali bangkit menatap masa depan Indonesia yang lebih cerah, tanpa banyaknya prasangka buruk yang selalu menghantui jiwa kita . Wallahu A’lam

Rabu, 21 November 2007

Arogansi Kebenaran




Lebaran kali ini memang bagi saya tidak begitu Penting, karena Ramadhan tahun ini saya belum bisa melakukan yang terbaik bagi diri saya untuk merengkuh jutaan nikmat yang konon tersembunyi pada bulan yang satu ini. Begitu banyak ulasan Ramadhan yang sering didongengkan oleh para Alim negeri ini, namun serasa itu semua hanya ulasan biasa yang selalu diulang-ulang setipa tahunnya. Selalu pada setiap kesempatan Ramadhan Para da'imenyetir ayat Al-Baqarah 183; “ Hai orang-orang yang beriman , diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa, seperti yang telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu , agar kamu bertaqwa “ . Penjelasannyapun tidak begitu berbeda dengan dua atau tiga tahun sebelumnya; yaitu agar setelah kita selesai berpuasa, kita telah terbiasa dengan prilaku baik yang kita kerjakan di Bulan Ramadhan, dan intinya agar kita menjadi manusia-manusia yang muttaqin ( Golongan orang-orang yang bertaqwa ).dalam hal ini penulis akui bahwa memang nilai-nilai kebajikan itu harus selalu disampaikan kepada Ummat, untuk mengingatkan kembali Tujuan Ibadah kita di bulan Ramadhan, namun sangat tidak lazim ketika Nilai-nilai yang digembor-gemborkan saat khutbah-khutbah Ramadhan itu serasa tak berbekas ketika Ramadhan akan berakhir.
Sudah beberapa tahun ini, ketika akhir Ramadhan umat Islam di Indonesia di buat terus-terusan bingung oleh para ulama dan umara negeri ini, betapa tidak ! Menentukan Hari Idul fitri jatuh pada tanggal berapa-pun para alim negara ini belum bisa memberikan satu ketegasan . sebagian mengklaim bahwa tanggal 1 syawal yang ditentukan oleh salah satu organisasi masa itu sudah berpijak pada sumber-sumber Al-Qur’an dan Hadist, dtambah lagi dengan teori ilmu pengetahuan yang akurat , namun lagi-lagi kesimpulan teori itu berbeda dengan yang didapat oleh Ormas lainnya yang juga mengklaim bahwa kesimpulan mereka berdasarkan Al-Qur’an dan hadist.
Tanggal 11 Oktober 2007 Kemarin para ahli astronomi sampai Ulama hadist berkumpul di Departemen Agama untuk mengadakan sidang Istbat, sebagai langkah awal penentuan Awal bulan Syawal. Walaupun begitu banyak ahli yang datang saat itu, tetap saja tidak bisa menggerakkan hati masyarakat yang sudah seakan mempunyai keterkaitan bathin oleh satu Ormas Islam untuk mengikuti keputusan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama, lalu apa fungsi Institusi Keagamaan tersebut kalau permasalahan ini tidak bisa teratasi ?. tersadar atau tidak sidang istbat yang pastinya memakan waktu dan biaya itu seakan hanya sebatas kumpul-kumpul silaturahmi para alim ulama Indonesia untuk bermaaf-maafan sebelum berakhirnya Ramadhan. Bagi saya Kalau hanya ingin mengetahui Awal bulan syawal-pun anak kecil yang baru belajar puasa bisa menghitung sendiri kapan akan lebaran , malahan dari awal Bulan Ramadhan juga mereka sudah bisa menghitung kapan mereka akan membeli baju baru untuk keperluan Lebaran, hanya perlu menghitung hari selama 29 atau 30 hari .
Namun penulis sadari bahwa penentuan syawal bukan seenteng yang dipikirkan oleh anak kecil, namun ada banyak hal yang lebih kompleks dari sekedar baju baru, yaitu sebuah "keyakinan". Salah satunya mungkin tentang haram tidaknya puasa pada hari yang diyakininya, sebuah contoh yang sederhana, jika ada ormas Islam yang berlebaran pada hari jum’at ,maka secara tidak langsung mereka meyakini bahwa puasa pada hari itu adalah sebuah keharaman, begitupun sebaliknya, ormas Islam yang merayakan lebaran pada hari Sabtu, secara tidak langsung akan meyakini bahwa kelompok yang merayakan Idul fitri pada hari jum’at kurang dalam jumlah puasanya .
Walaupun dalam setiap kesempatan para alim ulama Indonesia sering mengatakan bahwa perbedaan itu jangan dijadikan ajang untuk saling menjatuhkan, namun bagi saya bagaimanapun seseorang menunjukkan wajah kebijaksanaannya dalam hal yang tidak dia yakini, keyakinan itu akan tetap menjadi benih permusuhan yang tumbuh dalam dirinya, dan disadari atau tidak , hal itulah yang membuat kita nantinya akan sungkan atau bahkan enggan untuk menjalin ukhuwah yang lebih erat. Dalam masyarakat Awwam yang cendrung masuk ke dalam ruang lingkup pemikiran Muhammadiyah misalnya, yang membid’ahkan amalan qunut , walaupun dalam bermuamalah dengan warga NU akan terkesan baik-baik saja , namun dalam tataran keyakinan tetap saja mereka akan menyalahkan perilaku tersebut, tentu benih inilah yang akan menjadi “racun ke-ukhuwah-an” diantara kedua kelompok tersebut.
Terkadang saya merasa ragu untuk menangggapi pendapat seorang nasrani yang berkomentar “ Sesama orang Islam Indonesia ngurusin kapan bulan sabit ( awal bulan ) muncul aja ga pernah sama , gmn mau bersatu dengan orang non muslim dalam membangun Indonesia ? “. Perbedaan memang Rahmat, namun jangan jargon itu selalu menjadikan kita selalu berbeda !, Sulit memang bila semua pihak merasa benar dengan argumen dan pendapatnya masing-masing, namun saya yakin bila semua tokoh Islam bisa berendah hati , maka penentuan Awal Syawal tidak kembali terkesan menjadi “symbol perpecahan umat Islam Indonesia “ pada setiap tahunnya, katanya bulan Ramadhan tempat latihan rendah hati dan saling menghargai !, namun Ramadhan belum usaipun kita sudah tidak bisa berendah hati, lalu apa fungsi Ramadhan ? .
Umat Islam Indonesia memang harus dipahami dengan sebuah etika berhukum Islam di Indonesia, sebagai seorang yang bijaksana seharusnya rakyat muslim Indonesia harus menyadari bahwa hukum Fiqih kita bukan Fiqih mazhab semata, namun ada fiqih Negara yang menjadi ijtihad para Ulama muslim di Indonesia, bukankah dalam qaidah Ushuliyah yang biasa ditekankan di pesantren menyatakan bahwa “ Al-Hukmu yataghayyaru bi taghayyuri makan wal zaman “ ketentuan hukum itu akan berubah sesuai dengan perubahan tempat dan zaman !. Dalam penentuan syawal biarlah kita serahkan hal itu kepada Ulama-ulama di tingkat Nasional (baca: Departemen agama), toh kita tidak akan berdosa bilapun ijtihad Ulama kita salah di mata Allah, dan persatuan umatpun akan terjaga, jangan malahan selalu mementingkan pendapat golongannya.Lalu apakah kita ingin menjadi sangat sekuler yang menafyikan peran negara dalam perihal keagamaan kita ?, bahkan dalam hal persatuan umat !, jangan biarkan perihal kebenaran menutup hati kita untuk saling bergandeng tangan, jangan biarkan kebenaran terus menampakkan arogansinya , hingga kita kehilanga akal dan tak mampu berpikir bijaksana dalam menegakkan persatuan. Wallahu a’alam

Rabu, 03 Oktober 2007

Ramadhan dan Refleksi sosial




Puasa pada bulan Ramadhan merupakan satu Tradisi tahunan yang selalu dilakukan oleh umat Islam diseluruh dunia,bukan cuma di Negara Arab sebagai pemegang hak cipta Peradaban Islam namun segenap umat manusia yang merasa dirinya seorang Muslim,maka kewajiban tersebut merupakan mutlak adanya. Lalu mengapa pada bulan Ramadhan saja diwajibkan ibadah puasa !,mengapa di bulan yang lain allah SWT tidak mewajibkan kita umat muslim untuk berpuasa ! tujuan tersembunyi apa yang sedang berlangsung pada bulan yang lain dari pada yang lain ini.
Dalam kalender hijriah terdapat 12 bulan yang dipakai sebagai patokan dalam pergantian tahun,sebagaimana dalam hitungan masehi pun memiliki 12 hitungan bulan dalam menentukan pergantian tahun,dan di dalam bulan-bulan tersebut terdapat beberapa bulan yang mempunyai keistimewaan tersendiri, entah karena bulan itu mempunyai nilai sejarah yang hebat,atau mungkin ada semacam bisikan dari langit yang menganjurkan untuk memuliakan bulan tersebut,bagi umat kristiani bulan Desember merupakan bulan yang sangat ditunggu-tunggu dan dimulyakan oleh mereka,karena konon pada bulan tersebutlah seorang manusia yang mereka anggap titisan tuhan telah dilahirkan kedunia,walaupun kebenaran sejarah tersebut masih menjadi pertanyaan besar yang harus mereka jawab dengan objective.
Di kalangan islam bulan Ramadhanlah waktu yang sangat ditunggu-tunggu dan diagungkan oleh mereka, bahkan mungkin ada yang sampai mengkultuskannya sebagai bulan keramat yang mempunyai nilai mistis yang beraneka ragam, dari cerita tentang kemenangan Rasulullah SAW pada perang Badar kubro sampai hari dimana Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, semua itu ada dan terjadi pada bulan Ramadhan.Konon di bulan inilah Nabi besar Muhammad SAW menerima perintah dari yang maha pencipta Allah SWT untuk melaksanakan ibadah puasa,yang mana tujuan utama yang harus dikejar adalah agar setelah melaksanakan puasa pada bulan tersebut umat Islam dapat sertifikat kenaikan tingkat yaitu menjadi manisia yang bertraqwa.
Bagi penulis, Kenapa bulan Ramadhan yang dijadikan bulan yang istimewa (baca:puasa ) dari bulan-bulan yang lainnya ! alasan yang paling mudah adalah bahwa perintah itu merupakan bisikan dari langit yang harus dipatuhi dengan mutlak,itu berarti jika pada saat nabi Muhammad SAW menerima perintah dari Allah SWT untuk puasa pada bulan muharram misalnya,maka pada hari ini kita akan mengerjakan puasa pada bulan muharram. Namun sejenak mari kita melihat Aspek yang lain dari Ramadhan dengan mengesampingkan pertanyaan mengenai penentuan bulan Istimewa tersebut.
Seperti yang sering kita dengar bahwa tujuan puasa adalah agar kita mendapatkan "sertifikat Taqwa" dari Allah SWT. Yang perlu di garis bawahi adalah nilai ketaqwaan seperti apa yang harus ada dalam diri umat muslim itu sendiri. Apakah hanya taqwa dalam bentuk symbolis belaka ?, ataukah kataqwaan yang mampu memberikan kontribusi bagi lingkungan, masyarakat dan hidupnya !. Ketaqwaan yang bersifat simbolis hanyalah ketaqwaan yang bersifat semu dan cendrung kepada sesuatu yang bersifat lahiriah. Semisal seorang yang menjalani Ibadah Ramadhan, setelah sebelumnya berpakaian yang bergaya metal berganti menjadi seorang yang mencintai sarung,koko,jilbab dan sebagainya yang hanya bersifat lahiriah, namun kepekaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekelilingnya masih sangat minim bahkan cendrung acuh tak acuh, lebih parah dari itu,Ramadhan meminjam istilah Ulil absor abdalla " merupakan panggung teater keislaman " yang menampilkan corak keislaman yang dangkal,ya karena di bulan Ramadhanlah banyak umat muslim merubah penampilam mereka dengan symbol-simbol islam seperti terlihat jelas di Infotaiment-infotaiment yang memberitakan artis Ibukota .Namun apakah dengan symbol kesalehan yang penuh dengan kekhusyuan dan kegairahan itu menandakan akan terjadi perubahan total dalam diri mereka dan kedepannya mereka lebih mampu untuk memberikan kontribusi terbaik dalam kehidupan ? jawabannya tanya pada piranti hati kecil kita masing-masing,
Memang hal ini bukan menjadi kecendrunagn mayoritas,namun itu merupakan satu Fenomena yang sangat mengecewakan, dan itu berarti pula ajaran inti dari nilai-nilia keislaman belum merasuk kepada umat Islam secara Kaffah.Yang harus diketahui oleh khayalak muslim adalah bahwa nilai ketaqwaan bukanlah dilihat dari segi lahiriah belaka, berapa banyak para muslim hipokrit yang berbaju ketaqwaan seperti yang dipaparkan oleh penulis diatas namun berhati kesetanan ?
Berbeda dengan seorang muslim yang memahami arti taqwa yang sesungguhnya, mereka tidak mengukur taqwa hanya dengan sesuatu nilai simbolis saja,namun lebih kepada pengejawantahan dari taqwa itu sendiri ke dalam lingkungannya.
Mari kita renungkan bersama ! apakah dengan banyaknya maulid nabi, pengajian-pengajian, tadarus Al-qur’an dan gemuruh Bacaan Tarawih -yang kadang hanya terikan Hampa dan kosong makna- dapat menurukan jumlah kemiskinan ?,atau apakah dengan banyaknya istigosah yang bertaraf nasional yang dihadiri para alim ulama dari seluruh pelosok Indonesia akan menjadikan anak-anak muslim di Indonesia dapat bersekolah dengan layak ? Ada apa sesungguhnya dengan muslim Indonesia ? kemana ruh keislaman yang merupakan bagian terpenting dari keagaman tersebut ? lalu apa yang dapat dilakukan "jasad" keislaman bila ruh dari jasad tersebut hilang ?, tak ada.
Nilai ketaqwaan yang kedua inilah yang mungkin jarang sekali kita sadari akhir-akhir ini,kita lebih sibuk menyiapkan Ramadhan dalam hal-hal yang berbau ritual dan kebiasaan,seperti kesibukan kita untuk menyiapkan baju baru,kue yang banyak dan hal-hal yang terlihat semu, entah Islam jenis apa yang seperti itu,tapi yang pasti itulah Islamku di Indonesia, semoga menjadi perenungan


“Agama bukanlah riuh riang pendarasan keagamaan,namun jauh dari nilai-nilai kemanusiaan,Agama adalah satu Sikap kepasrahan dan ketundukan kepada Khaliq dan mungkin jauh dari keramaian bisingnya pendarasan yang membuat orang yang beragama tersebut lebih bisa merenungi arti hidupnya di tengah-tengah manusia yang lainnya “

Sabtu, 29 September 2007

Kita dan Al-Qur'an

Waktu kau kanak-kanak, Kau laksana kawan sejatiku
Dengan wudhu, aku kau sentuh...
Aku kau pegang, Kau junjung, Kau pelajari Aku Kau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari.Setelah usai, Kaupun mencium aku mesra

Sekarang Kau Telah dewasa
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku

Apakah Aku bacaan usang yang hanya tinggal sejarah?
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak dapat menambah pengetahuanmu..?
Atau menurutmu Aku hanya untuk anak kecil yang belajar ngaji saja..?

Sekarang Aku Kau simpan rapih sekali
Hingga kadang kau lupa dimana menyimpannya

Aku sudah kau anggap sebagai perhiasan rumahmu
Kadangkala aku dijadikan mas kawin agar kau dianggap bertakwa
Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syaitan

Kini aku banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dan kesepian
Diatas lemari, didalam laci aku kau pendamkan

Dulu Pagi-Pagi…Surah-surah yang ada padaku kau baca beberapa halaman
Sore harinya kau baca beramai-ramai bersama temanmu disurau
Sekarang Pagi-pagi sambil minum kopi Kau baca Koran pagi atau nonton berita tv

Waktu senggang kau sempatkan membaca buku karangan manusia
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah
Yang Maha Perkasa, kau campakkan, Kau abaikan dan Kau lupakan

Diperjalanan Kau lebih asik Menikmati musik duniawi
Tidak ada kaset yang berisi ayat Allah
Sepanjang perjalanan, radio selalu tertuju kestasiun radio favoritmu
Aku tau itu bukan stasiun radio yang senantiasa melantunkan ayatku

Dikomputermu,Kau putar musik favoritmu, Jarang sekali kau putar ayat-ayatku
Email temanmu yang ada ayat-ayatku kadang kau abaikan

Bila malam tiba, Kau tahan nonkrong berjam-jam didepan tv
Menonton pertandinagan italic, musik, atau film dan sinetron

Waktu cepat berlalu, Aku semakin kusam dalam lemari
Mengumpul debu dilapisi abu dan mungkin dimakan kutu
Seingatku hanya diawal ramadhan kau membacaku kembali, Itupun hanya beberapa lembar dariku,Dengan suara dan lafadz yang tak semerdu dulu

Apakah Koran, Tv, Radio dapat memberi pertolongan..?
Bila kau dikubur sendirian Sampai kiamat tiba
Kau diperikasa oleh malaikat SuruhanNya
Hanya dengat ayat-ayat Allah yang ada padaku kau dapat selamat melaluinya

Setiap saat berlalu…kuranglah jatah umurmu
Dan akhirnya kubur senantiasa menunggu kedatanganmu
Kau bias kembali kepada tuhanmu sewaktu-waktu
Apakah malaikat mau mengetuk pintu rumahmu..?

Bila kau baca baca selalu, kau hayati, dan k au amalkan
Dikuburmu nanti Aku datang sebagai pemuda gagah
Yang akan membantu kau membela diri
Bukan Koran atau bacaan karangan manusia yang akan membantu
Dari perjalanan dialam akherat.

Tapi Akulah Al-Qurân anakku kitab sucimu yang senantiasa setia menantimu dan melindungimu.
Peganglah aku lagi..bacalah Aku kembali setiap hari
Karna ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci yang berasal dari Allah SWT
Tuhan yang Maha Mengetahui
Yang disampaikan oleh jibril kepada Muhammad Rasulullah

Sentuhlah Aku kembaliâ
Baca dan pelajari lagi Aku
Setiap datangnya Pagi dan sore hari seperti dulu..dulu sekali
Waktu kau masih kecil lugu dan polos
Jangan Aku kau biarkan sendiri.
Dalam bisu dan sepi
Maha Benar Allah Dengan Segala Firmannya

Persiapan menghadapi perkembangan teknologi Informasi


Tak bisa dipungkiri lagi bahwa kemajuan peradaban dewasa ini telah menghajatkan satu system baru dalam mempermudah segala kompleksitas kehidupan manusia . Pasca Revolusi Industri , dunia benar-benar berada dalam masa transisi pegetahuan dan perkembangannya yang begitu pusat, dalam beberapa hal peran manusia dalam mengoprasionalkan suatu sistem sedikit demi sedikt mulai tergantikan dengan berbagai alat-alat dinamis yang semakin lama semakin mempermudah segala upaya manusia dalam mencapai suatu hal tertentu. Jika dahulu mausia menghitung atau memproses suatu data menggunakan berlembar-lembar kertas dan menghajatkan waktu yang cukup lama, tidak demikian setelah ditemukannya alat-alat semisal kalkulator, computer, mesin cetak dll. Saat ini seorang yang ingin mengolah sebuah data hanya tinggal memasukkan data yang ingin diproses dalam sebuah alat portable yang lebih efisien dan dapat menghasilkan hasil preses tersebut dengan lebih cepat , tepat dan akurat.
Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Dan patut disadari Perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Perkembangan teknologi informasi memperlihatkan bermunculannya berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi ini , seperti Internet yang mampu mengakses data dari seluruh dunia dengan sangat singkat, sampai sistem keamanan sebuah Negara yang sangat rumit dan membutuhkan ketelitian tinggi, semua itu adalah peranakan dari sebuah sistem yag disebut Teknologi Informasi.
Dengan sebuah pendeskripsian tentang kemajuan tersebut , maka dipastikan akan memunculkan nilai-nilai tradisi dan kebudayan yang baru dalam sebuah komunitas yang mencapai tingkatan itu , entah nilai yang bersifat positive atau negative ! , yang pasti kesemuanya akan banyak mempengaruhi pada mobilitas sebuah peradaban tersebut, jika dahulu seseorang yang ingin mencari sebuah buku tentang politik atau sastra misalnya ! mereka harus pergi ke toko buku atau perpustakaan,yang terkadang terletak jauh dari tempat tinggalnya, terkadang membuat pencarian tersebut hanya sekedar menguras stock tenaga yang sudah kita persiapkan untuk membaca dan menyimpulkan buku tersebut.Saat ini dengan hanya memasukkan data tertentu dalam sebuah sistem pencarian yang disambungkan dengan Internet maka hal-hal diatas sudah tidak perlu lagi untuk dilakukan, kita hanya duduk di depan computer dan memasukkan sebuah data tertentu , maka computerlah yang akan berproses dalam membantu mencari sebuah pengertian yang kita maksud. Kemajuan teknologi juga telah meningkatkan kinerja banyak perusahaan, sistem pemerintahan, sistem pendidikan dan komunikasi. Kemajuan teknologi informasi kita pun telah mampu menembus batas-batas tradisi yang ada.
Teknologi informasi telah membwa kita pada sebuah alam peradaban baru yang tak mengenal batas jarak waktu , ras , status ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat kita untuk bisa bertukar pikiran , pengalaman dan kearifan. Dalam bidang komunikasi Kemajuan itu dapat dilihat dari maraknya alat-alat komunikasi yang lebih canggih semisal HP,PDA, dll yang ringan, portable, dan menarik , dengan alat tersebut jarak berpuluh-puluh kilometer hanya ditempuh dengan hitungan detik, sistem menarik yang lain adalah teleconference yang dengannya seseorang mampu berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda Negara sekalipun dengan bertatap muka langsung, sungguh hal-hal yang tidak mungkin kita lakukan dahulu kala mampu untuk diwujudkan pada era modern ini.
Namun dari semua kemanfaatan yang ada, teknologi informasi mempunyai cukup andil dalam mempengaruhi cara berpikir dan tingkah laku generasi muda bangsa ini. Jikalau kita agak sedikit menelisik pengertian dari modernisasi , maka istilah modernisasi budaya dan peradaban saat ini telah menyimpang pada rel yang kurang tepat, yaitu lebih cendrung kepada westernisasi budaya dan peradaban, maka tak heran kita lihat anak-anak muda yang bangga dengan hal-hal yang berbau Amerika atau Eropa, seperti cara berpakaian mereka, bergaul, cara bertindak,dll. Dan perlu diingat bahwa itu semua tak lepas dari peran Teknologi Informasi yang menyuguhkan nilai-nilai ke-moderenan ( Baca;kebaratan ) yang tak terbendung tersebut dengan sangat pesatnya.Nilai-nilai itu disuguhkan dengan kemasan yang sangat menggiurkan dan menarik,jadilah dengan itu semua kita lupa akan nilai-nilai agung dari peradaban dan kebudayan yang kita miliki sendiri.
Sebagai satu renungan , Suatu hari penulis sedang berbincang santai dengan seorang teman yang entah sedang serius atau sedang bercanda saat itu, namun dia mengungkapkan sebuah kalimat yang menggugah hati penulis saat itu, dia membandingkan keadaan anak-anak zaman dia waktu kecil dulu dengan anak-anak kecil zaman sekarang “ kha.... ! dulu perasaan kita klo lagi ada waktu kosong, seneng banget main dampu, petak umpet , gundu ,bentengan , dll. Pantes aja anak dulu sehat-sehat ! wong mainnya aja lari-lari ama kejar-kejaran, badan sehat, bisa ketawa-tawa, bisa kumpul-kumpul , gratis lagi ga pake bayar , klo zaman sekarang anak-anaknya udah mah gendut-gendut jarang olah raga, tangan kapalan , mata picek , pake ngabis-ngabisin duit segala lagi !!!!. klo direnungkan perkataan tadi memang ada benarnya, kemajuan teknologi telah mendorong kita untuk melupakan budaya lama kita yang sebenarnya begitu apik, lalu apa sebenarnya yang harus kita lakukan untuk menghadapi tantangan kemajuan ini, khususnya dalam bidang Teknologi Informasi ?
Bagi penulis , Modernisasi adalah sebuah keniscayaan dan Fitrah dari sebuah Peradaban. Tak sepantasnya pula kita menyalahkan teknologi, karena itu adalah hasil perkembangan pemikiran manusia, jadi ada sebuah nilai yang harus kita perbaiki agar semua keniscayaan tersebut berjalan sesuai dengan nilai-nilai budaya ketimuran kita .
Menurut penulis tak berlebihan kalau konteks perbaikan ini kita tempatkan pada sosok pengembang nilai-nilai budaya dan peradaban itu sendiri, yaitu manusia, dalam konteks ke-Indonesiaan, pertama, masyarakat dalam bangsa ini haruslah menyadari akan perbedaan antara Modernisasi dan Westernisasi , karena kesalahan pemahaman akan berpengaruh pada kesalahan nilai-nilai yang diterapakn, maka paradigma berpikir ini haruslah benar-benar direalisasikan kepada segenap lapisan masyarakat oleh para cerdik pandai bangsa ini.Kedua, bangsa ini harus menjadi bangsa yang utuh , dalam artian bangsa yang mampu memberikan sesuatu yang berarti bagi peradaban dan kebudayaan , dalam bidang teknologi,bangsa ini harus bisa memberikan suatu yag bisa diperhitungkan oleh bangsa lain, dan bukan hanya sekedar mengekor pada peradaban barat atau yang lainnya. Memang di kawasan Asia kita mempunyai Negara maju seperti Jepang yang mengusung Peradaban dari Dunia Timur, namun masih banyak nilai-nilai kebudayaan dan peradaban Timur yang harus kita usung sebagai nilai kebanggan bagi kita, dan lebih bangga lagi kalau kita bisa membawa nilai budaya bangsa ini dalam Kemajuan teknologi yang kita usung, untuk itu dibutuhkan tenaga-tenaga ahli berpengalaman yang menguasai Dunia teknologi itu sendiri, selanjtunya kita harus memelihara Budaya lokal yang kian lama terasa semakin hilang dimakan oleh masa , supaya pada tahun 2015 nanti insya Allah ada sesuatu yang bisa kita banggakan yaitu INDONESIA.
Maka marilah kita kedepankan nilai-nilai yang sering sekali diungkapkan oleh Cak Nur yaitu Ke-Indonesiaan dan Ke-Moderenan agar bangsa ini suatu hari nanti menjadi bangsa yang seutuhnya dan dapat memperkaya khazanah Kebudayaan dan Peradaban Dunia . Wallahu A’lam .